Minggu, 04 Juli 2010

Al-Kindi

Al-Kindi adalah filosof Islam yang pertama, bahkan satu-satunya filosof Islam yang bersal dari Arab. Oleh karena itu dia dijuluki filosof Arab. Dialah yang berjasa mendirikan institusi bagi pemikiran Yunani dalam peradaban Arab.
Ketika pemikiran Yunani mulai merambak kedunia Islam pada masa khalifah Harun Al-Rasyid dan Al-Ma’mun melalui penerjemahan buku-buku Yunani yang dilakukan oleh orang Nasrani Suryani, pemikiran baru ini merupakan tantangan bagi pemikiran Arab yang baru mencapai puncaknya waktu itu. Islam, Yahudi dan Nasrani berdiri diatas wahyu dan menuntut keimanan mutlak serta penyerahan, sedangkan Yunani menempatkan akal pada tempat yang paling tinggi. Kalau waktu itu ulama Islam sangat menentang filsafat Yunani, penentangan serupa juga dilakukan oleh ulama Yahudi dan Nasrani terhadap filsafat tersebut.
Mereka menentang pengharusan agama untuk tunduk terhadap kaidah-kaidah filsafat, yang berarti tersingkirnya agama. Sebaliknya, ada juga yang menentang pengharusan filsafat tunduk terhadap pokok-pokok ajaran agama, yang berarti tersingkirnya filsafat, problema seperti itu dapat teratasi ketika Al-Kindi muncul pada masa pemerintahan Al-Ma’mun.

A. Sejarah Hidup dan Karyanya
Al-Kindi, nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Yacub Ibn Ishaq Ibn Al-Shabbah Ibnu ‘Imran Ibnu Muhammad Ibnu Al-Asy’as Ibn Qais Al-Kindi. Al-Kindi dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H (801 M) dari Keluarga kaya dan terhormat. Kakek buyutnya, Al-Asy’as Ibnu Qais, adalah seorang sahabat Nabi Muhammad Saw. Yang gugur sebagai shuhada bersama Sa’ad bin Abi Waqqas dalam peperangan antara kaum muslimin dengan Persia di Irak, Sementara itu Ayahnya, Ishaq Ibn Al-Shabbah, adalah gubernur Kupah pada masa pemerintahan Al-mahdi (775-785 M) dan Al-Rasyid (786-809 M). Ayahnya meninggal ketika ia masih usia kanak-kanak, namun ia tetap memperoleh kesempatan untuk menutut ilmu dengan baik. Al-Kindi sendiri mengalami masa perintahan lima khalifah Bani Abbas, yakni Al-Amin (809-813 M), Al-Ma’mun (813-833 M), Al-Mutasim (833-842 M), Al-Wasiq (842-847 M), dan Al-Mutawakkil (847-861 M).
Tentang pendidikannya, ia pindah dari kufah ke Basrah, sebuah pusat studi bahasa dan teologi Islam. Kemudian selagi ia masih muda, ia menetap di Bagdad, Ibu kota kerajaan Bani Abbas, yang juga sebagai jantung kehidupan intelektual pada masa itu. Ia sangat tekun mempelajari berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu tidaklah heran ia dapat menguasai Ilmu Astronomi, ilmu ukur, ilmu alam, ilmu astrologi, ilmu pasti, ilmu seni musik, meteorologi, optika, kedokteran, mate-matika, filsafat dan politik. Penguasaannya terhadap filsafat dan disiplin ilmu lainnya telah menempatkan ia menjadi orang Islam pertama yang berkebangsaan Arab dalam jajaran para filosof terkemuka. Karena itu pulalah ia dinilai pantas menyandang gelar “Failasuf al-A’rab” (filosof berkebangsaan Arab).
Al-Kindi mengarang buku sebanyak 241 buah dalam berbagai ilmu terutama dalam bidang filsafat, logika, aritmatika, astronomi, kedokteran, ilmu jiwa, politik, optika, musik, mate-matika dan sebagainya. Dari karangan-karangannya dapat di ketahui bahwa Al-Kindi termasuk aliran eklektisisme, dalam metafisika dan kosmologi mengambil pedapat Aristoteles dan psikologi mengambil pendapat Plato dan Etika mengambil pendapat socrates dan Plato.
B. Pandangan Al-kindi Tentang Filsafat.
Pemikiran Al-Kindi cukup besar dan mendasar terutama di bidang filsafat, fisika, metafisika, efistemologi dan etika. Ia berusaha mempertemukan filsafat dan agama. Menurut Al-Kindi filsafat adalah ilmu tentang kebenaran atau ilmu yang termulia dan tertinggi martabatnya. Al-Kindi meninjau filsafat dari dalam dan dari luar. Dengan tinjauan dari dalam ia bermaksud mengikiti pendapat filosof-filosof besar tentang arti kata-kata filsafat, dan dalam risalahnya yang khusus mengenai definisi filsafat, ia menyebutkan enam definisi yang kebanyakannya bercorak Platonisme. Dengan tinjauan dari luar ia bermaksud memberikan sendiri definisi filsafat. Menurut Al-Kindi filsafat adalah ilmu tentang hakikat (kebenaran) sesuatu menurut kesanggupan manusia, yang mencakup ilmu ketuhanan, ilmu keesaan (Wahdaniyyah), ilmu keutamaan (fadilah), ilmu tentang semua yang berguna dan cara memperolehnya, serta cara menjauhi perkara-perkara yang merugikan. Jadi tujuan seorang filosof bersifat teori, yaitu mengetahui kebenaran, dan bersifat amalan, yaitu mewujudkan kebenaran tersebut dalam tindakan. Semakin dekat kepada kebenaran semakin dekat pula kepada kesempurnaan
Menurut Al-Kindi definisi filsafat adalah pengetahuan tentang segala sesuatu yang abadi, yang bersifat menyeluruh dan umum, esensinya dan causa-causanya. Berdasarkan definisi ini menambahkannya nilai keutamaan. “Filsuf adalah orang yang berupaya memperoleh kebenaran dan hidup mengamalkan kebenaran yang diperolehnya, yaitu orang yang hidup menjunjung tinggi nilai keadilan atau hidup adil”.
C. Pemaduan Filsafat dan Agama
Salah satu usaha Al-Kindi memperkenalkan filsafat ke dalam dunia Islam dengan cara mengetok hati umat supaya menerima kebenaran walaupun darimana sebenarnya. Al-Kindi adalah orang pertama merintis jalan mengupayakan pemaduan atau keselarasan antara filsafat dan agama, atau antara akal dan wahyu, menurutnya antara keduanya tidaklah bertentangan karena masing-masing keduanya adalah ilmu tentang kebenaran, sedangkan kebenaran itu adalah (satu) tidak banyak. Ilmu filsafat meliputi ketuhanan, keesaan-Nya, dan keutamaan serta ilmu-ilmu selain yang mengajarkan bagaimana jalan memperoleh apa-apa yang bermanfaat dan menjauhkan dari apa-apa yang mudarat. Hal seperti ini juga dibawa oleh para Rasul dan juga menetapkan keesaan Allah dan memastikan keutamaan yang diridhainya.
Usaha Al-Kindi dilakukan cukup menarik dan bijaksana dengan membicarakan kebenaran. Sesuai dengan anjuran agama yang mengajarkan bahwa kita wajib menerima kebenaran dengan sepenuh hati tanpa mempersoalkan sumbernya, sekalipun, misalnya, sumber itu dari orang asing. Kemudian, usaha berikutnya ia masuk pada persoalan pokok, yakni filsafat. Telah dipaparkan bahwa tujuan filsafat ia datang dari Yunani, maka kita, menurut Al-Kindi, wajib mempelajarinya, bahkan lebih jauh dari itu, kita wajib mencarinya.
Lebih lanjut Al-Kindi mengemukakan bahwa pemaduan antara filsafat dan agama didasarkan pada tiga alasan.
1. Ilmu agama merupkan bagian dari filsafat
2. Wahyu diturunkan kepada nabi dan kebenran filsafat saling bersesuaian
3. Menuntut ilmu, secara logika, diperintahkan dalam agama.
D. Filsafat Ketuhanan
Pemikiran Al-Kindi dibidang metafisika lebih dititik beratkan kepada hakikat-hakikat Tuhan, bukti-bukti dan sifat Tuhan, menurutnya Tuhan adalah wujud yang benar (haq), yang bukan asalnya tidak ada menjadi ada, Ia mustahil tidak ada, Ia selalu ada dan akan selalu ada. Jadi Tuhan adalah wujud sempurna yang tidak di dahului wujud yang lain, tidak berakhir wujud-Nya dan tidak ada wujud kecuali dengan-Nya.
Al-Kindi mengemukakan tiga jalan untuk membuktikan adanya Tuhan yaitu:
1. Tidak mungkin benda yang ada sendirinya, yang wajib ada menciptakannya dari ketiadaan dan pencipta itu adalah Tuhan
2. Dalam agama tidak mungkin ada keanekaragaman tanpa keseragaman, atau ada keseragaman tanpa keanekaragaman. Tergabungnya keanekaragaman dan keseragaman bersama-sama, maka hal ini bukanlah karena kebetulan, tetapi karena sesuatu sebab-sebab pertama itulah Tuhan.
3. kerapian alam tidak mungkin terjadi tanpa ada yang (mengatur) Nya, yang merapikan atau yang mengatur alam nyata itulah Tuhan.
E. Filsafat Alam
Di dalam risalahnya yang berjudul al-ibanat’an al-‘illat al-Fa’ilat al-Qaribat fi kawn wa al-fasad, pendapat Al-Kindi sejalan dengan Aristoteles bahwa benda di alam ini dapat dikatakan wujud yang aktual apabila terhimpun empat ‘illat, yakni:
1. al-Ushuriyyat (materi benda)
2. al-Syurriyat (bentuk benda)
3. al-Fa’ilat (pembuat benda)
4. al-Tamamiyyat (manfaat benda)
kesamaan pendapat diatas Al-Kindi dengan Aristoteles tentang penciptaan alam menurut Aristoteles ini dimulai dari gerak satu dan terus gerak sebab dan terus gerak tujuan.
Tentang baharunya alam, Al-Kindi mengemukakan tiga argumen, yakni gerak, zaman, dan benda. benda untuk menjadi ada harus ada gerak. Masa gerak menunjukkan adanya zaman. Adanya gerak tertentu mengharuskan adanya benda. Mustahil kiranya ada gerak tanpa ada benda. Ketiganya sejalan akan berakhir.
Tetapi dalam hal waktu terbatas dan tak terbatas alam semesta, Al-Kindi sependapat dengan Aristoteles yang dia menyatakan bahwa alam semesta ini tidak terbatas atau kadim, atas dasar itulah al-Kindi mencoba berkesimpulan bahwa alam semesta ini pastilah berbatas dan ia menolak pandangan aristoteles diatas.
Lebih lanjut Al-kindi mengemukakan beberapa argumen dalam menetapkan baharunya alam.
1. Semua benda yang homogen, yang tiada padanya lebih besar ketimbang yang lain, adalah sama besar
2. jarak antara ujung-ujung dari benda-benda yang sama besar, juga sama besarnya dalam aktualitas dan potensialitas.
3. benda-benda yang mempunyai batas tidak bisa tidak mempunyai batas.
4. Jika salah satu dari dua benda yang sama besarnya dan homogen ditambah dengan homogen lainnya, maka keduanya menjadi tidak sama besar.
5. jika sebuah benda dikurangi, maka besar sisanya lebih kecil daripada benda semula.
6. jika satu bagian diambil dari sebuah benda, lalu di pulihkan kembali kepadanya, maka hasilnya adalah benda yang sama seperti semula.
7. Tiada dari dua benda homogen yang besarnya tidak mempunyai batas bisa lebih kecil ketimbang yang lain.
8. jika benda-benda yang homogen yang semuanya mempunyai batas ditambahkan bersama, maka jumlahnya juga akan terbatas.
F. Filsafat Jiwa
Sebagaimana jiwa dalam filsafat Yunani, Al-Kindi juga mengatakan bahwa jiwa adalah jauhar basith (tunggal, tidak tersusun, tidak panjang, dalam, dan lebar). Jiwa mempunyai arti penting, sempurna dan mulia. Subtansi (jauhar)-nya berasal dari subtansi Allah. Hubungannya dengan Allah sama dengan hubungan cahaya dengan matahari. Jiwa mempunyai wujud tersendiri, terpisah dan berbeda dengan jasad atau badan. Jiwa bersifat rohani dan ilahi sementara itu jisim mempunyai hawa nafsu dan amarah.
Al-Kindi menolak pendapat Aristoteles yang mengatakan bahwa jiwa manusia sebagaimana bendea-benda tersusun, dari dua unsur materi dan bentuk. Materi ialah benda atau bentuk ialah jiwa manusia. Hubungan jiwa dengan badan sama dengan hubungan bentuk dengan dengan materi.
Dalam hal ini pendapat Al-Kindi lebih dekat pada pendapat plato yang mengatakan bahwa kesatuan antara jiwa dan badan kesatuan acciden, binasanya badan tidak membawa binasa pada jiwa. Namun, ia tidak menerima pendapat plato yang mengatakan bahwa jiwa bersal dari alam idea.
Sedangkan roh menurutnya bukan materi (jisim) tetapi sebuah subtansi yang halus, memancar dari Allah Swt. Seperti pancaran sinar matahari keaslinya dari Allah merupakan pembeda dari materi dan syahwat, sampai dia terpisah dari materi dan kembali kesumber asalnya yakni kepada cahaya Allah..
G. Kontektualisasi Pemikiran
Pemikiran Al-Kindi yang begitu luas dan karya-karyanya yang cukup banyak, membuat pengaruh signifikan dalam keilmuan pada saat ini, bisa kita lihat sekarang tentang pemikiran pemaduan agama dengan filsafat yang diteruskan oleh aliran Islam yang rasional yang mempunyai titik berat pada akal dalam memasukkan akal dan wahyu dalam keselarasan beragama.
Dalam hal soal materi pemikiran Al-Kindi juga terimplikasikan pada zaman sekarang ia mengatakan bahwa zamannya adalah zaman benda, artinya masa wujudnya, karena zaman itu tidak mempunyai wujud tersendiri. Gerak juga adalah geraknya benda, karena tidak mempunyai wujud yang berdiri sendiri. Benda dalam alam ini bagaimanapun juga mengalami pergantian dengan salah satu macamnya tertentu, baik pengertian itu adalah gerak benda sekitar pusatnya (rotasi) atau pun gerak benda dari satu tempat ketempat lain (gerak revolusi) atau gerak tombak atau gerak menjadi bentuk lain, atau gerak esensi (jauhariyyah) dalam bentuk kejadian dan (gerak menjadi ada dan menjadi tidak ada).
Tiap-tiap gerak berambisi merupakan bilangan masa benda, dan karena itu maka geraknya hanya terdapat pada apa yang mempunyai zaman. Berdasarkan ini, maka gerak itu ada, apabila ada benda, karena tidak mungkin ada benda yang semula diam kemudian bergerak sebab benda alam ini adakalanya baharu atau kadim. Kalau baharu, maka wujudnya dari tiada adalah kejadian. Sedangkan kejadian salah satu macam gerak.
Dan juga bagaimana pemikiran Metafisikanya Al-Kindi yang dalam beberapa risalahnya, antara lain risalahnya yang berjudul “Tentang Filsafat Pertama dan Tentang Keesaan Tuhan dan Berakhirnya Benda-Benda Alam”. Ini usaha Al-Kindi dalam pemikirannya untuk mengesakan Tuhan dan diikuti pada kontektualisasi pada zaman sekarang.
Dan dalam kontektualisasi pemikiran Al-Kindi tentang jiwa disini ada hubungannya dengan Ibnu Sina yang menyatakan bahwa jiwa adalah merupakan tabiat yang berbeda dengan jasmani dan merupakan hubungan tersendiri dan hubungan itu mencegah untuk mendapatkan sesuatu yang rasional murni. Tentang jiwa ini juga diikuti oleh Majid fahry dalam bukunya yang bernama “Atlistory of islamic Philosophy” dia mengatakan bahwa jiwa manusia merupakan satu unit tersendiri dan mempunyai wujud yang terlapis dari badan jiwa manusia tak berfisik ia masih berhajat pada badan, karena permulaan wujudnya badanlah yang menolong jiwa manusia untuk dapat berfikir.
Dari penjelasan diatas kita dapat melihat kontektualisasi pemikiran Al-Kindi, yang berhubungan dengan Ibnu Sina dan Majid Fachry dan juga tokoh-tokoh zaman sekarang ini yang mencoba menyadur pemikiran karya-karya dari Al-Kindi ini.

KESIMPULAN
Pemikiran dan karya-karya Al-Kindi yang cukup banyak itu, menjadikan solusi terbaik pada saat itu dalam polemic antara filsafat dan agama, pada saat itu Al-Kindi mencoba menengahi antara ulama dengan ilmuan. khalifah Al-Ma’mun yang juga menyukai filsafat dan agama, walaupun tantangan itu ada tapi dia jadi penceramah saat itu karena dialah filosof Islam pertama
Dalam hal ini sumbangan pemikiran Al-Kindi yang banyak mengarang buku yang kurang lebih berjumlah 241 buah dalam berbagai bidang ilmu terutama bidang filsafat, logika, etika, mate-matika, astronomi, kedokteran, ilmu jiwa, politik, musik, dan sebagainya. Dari karangan-karangannya dapat diketahui bahwa Al-Kindi termasuk penganut aliran eksiktisisme dalam metafísika dan kosmologi mengambil pendapat Aristóteles, dan psikologi mengambil pendapat Plato dan dalam hal etika mengambil pendapat Sócrates dan Plato.
Bila kita rinci secara mendalam pemikiran Al-Kindi Sangat banyak, tetapi kita lihat hanya garis besarnya saja seperti penggabungan filsafat dan agama, filsafat ketuhanan, alam, dan filsafat jiwa. Disini kita bisa melihat sangatlah mendasar dan radikal (berakar) sekali pemikiran Al-Kindi yang disebut “filosof pertama Islam keturunan Arab”

DAFTAR PUSTAKA
1. Daudy, Ahmad. 1989. Kuliah Filsafat Islam. Bulan Bintang. Cet. Ke-II. Jakarta.
2. Hatta, Muhammad. 1986. Alam Pikiran Yunani. UI Press. Cet. Ke-3. Jakarta.
3. Hanafi, Ahmad. 1990. Pengantar Filsafat Ilmu. PT. Bulan Bintang. Jakarta
4. Horrassowingz, Otto. 1998 History of Muslim Philosophy, Terjemahan M.M Syarif, Para Filosof Muslim. Mizan Cet-XI. Bandung
5. Muiz Kabary, Abdul. 1993. Jiwa Keagamaan Membentuk Manusia Seutuhnya. Kalam Mulia. Jakarta
6. Zar, Sirajudin. 2004. Filsafat Islam. PT. Raja Grafindo. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar